Friday, December 15, 2006

belum puas aku...

belum puas aku memetakan setiap inci ruang kumal yang disebut 'kantor' itu. belum juga aku puas membelai lace, tulle, pun brokat. belum lagi bisa kubedakan mana yang payet plastik imitasi atau kristal swarowsky itu. masih kucoba mengingat jalan pintas yang kutemukan sehari yang lalu. masih coba kudekati kelinci-kelinci manis itu, kubawa sedikit wortel yang tersisa buat mereka. masih coba kubagi cerita dengan kalian, my nice new friends! masih aku simpan energi untuk cik juga koh yang susah sekali dinego itu. baru saja kupesan segelas es kolak pisang segar untuk pelepas dahaga esok hari. dan masih slalu kucoba menelan nasi rames dengan menu yang itu-itu saja untuk pengganjal perut saat terik menyengat.
tapi... bumi nampaknya berhenti berputar sesaat setelah vonis menyakitkan itu dijatuhkan. akhirnya kudengar juga kata-kata yang slalu menghantui setiap hariku. meski kepala ini tak henti mengangguk-angguk seperti boneka kucing keberuntungan dari cina itu, tapi tetap saja kusulit menerimanya. meski senyum terpasang di bibir ini, tapi hati ini berkerut mengernyitkan keningnya, coba menolak fakta ini.
aaarrgghhhh....sudahlah. enough. show must go on. selamat tinggal kantor usang. selamat tinggal debu-debu yang setia menempel di setiap inci perabot bekas yang ada. selamat tinggal telepon kuno dengan angka putar yang selalu membuatku takut dengan deringnya. selamat tinggal udara panas yang selalu sukses menerbitkan lelehan keringat. selamat tinggal pompa air karatan yang ternyata masih berair juga. selamat tinggal kelinci-kelinci manis penghilang stres. selamat tinggal mbak ning yang selalu hadir dengan tawa disela kalimat-kalimat penyemangat hari. selamat tinggal mas edi yang ternyata tak cukup berbaik hati berbagi ilmu. selamat tinggal mas eka yang suka keringetan tapi paling rajin bersih-bersih. selamat tinggal pak indrang, satu orang yang musti dihukum dengan tuduhan telah menjerumuskanku di dunia aneh ini. selamat tinggal bu siane, yang menyadarkanku beginilah kalau seorang chinese bekerja, juga tiga anak-anak pengikutnya, momon yang gendut tapi bakat dagang, robert yang suka game, juga si kecil tata yang nyengir kalau dijailin. selamat tinggal yuli, pembantu yang gampang dijailin. selamat tinggal pak tukang parkir yang ramah. selamat tinggal bu dan pak penjual nasi rames dan es teh. selamat tinggal gang pinggir. selamat tinggal semua.
untuk yang ini, mungkin aku tak ingin lagi menyimpan terlalu lama di memori otak yang sangat terbatas ini. juga tak ingin kusua lagi kalian.
good bye, i meant it!!

Saturday, December 02, 2006

smacK it Down!!!!

kala perdebatan sengit terjadi, sesaat sebelum akhirnya tayangan yang mengaku bergenre sport itu tidak lagi ditayangkan, memoriku memutar kembali suasana di kelas pSIKOlogiKOMunikasi bareng mas wiwied. topik yang didiskusikan saat itu seputar efek media. sekedar refresh aja, ada 3 teori utama tentang efek media, bullet theory (+hypodhermic needle theory+stimulus respon theory); uses and gratification; en agenda setting. teori peluru mengganggap khalayak bersifat pasif, gampang dipengaruhi media, media dianggap sedemikian perkasa mempengaruhi hingga ke perilaku khalayak. teori kedua bilang, khalayak gak lagi pasif, tapi aktif nentuin pilihan. mereka memilih dan menggunakan media sesuai kebutuhan dan yang dianggap bisa kasih kepuasan. di sini, media dianggap sudah tak lagi perkasa. terakhir, agenda setting. ini tentang adanya satu agenda yang pasti pengen dicapai media. media milih hal2 yang nantinya bisa dikonsumsi khalayaknya. disini media masih cukup perkasa tapi tak sampai bisa mengubah perilaku atau sikap khalayak.
so, kalo diliat respon publik yang sedemikian kejam mengecam tayangan semacam smack down yang merusak anak2, apalagi saat jatuh banyak korban luka parah juga nyawa melayang. wah wah...indikasi bahwa publik indonesia masih berpegang teguh pada teori peluru nampak jelas. padahal itu teori dah dianggap basi. ya...begini ini cara pandang publik kita yang masih aja suka mencari kambing hitam. meski ada juga segelintir orang yang dengan 'bijaksana' menyalahkan orang tua yang kurang mampu mendidik anaknya. jelas mengkambinghitamkan orang tua juga bakal dapat kritik juga.
kembali ke diskusi di kelas, mas wiwied menyimpulkan dari sejumlah celutuk yang muncul bahwa sebenarnya media tak berjalan sendiri dalam mempengaruhi khalayak--dalam kasus yang kami bahas adalah anak-anak--ada lingkungan, ada orang tua, ada juga peer group yang jelas banget efeknya. jadi kurang bijaksana jika mengkambinghitamkan media,mungkin..
masih berkaitan dengan itu, diskusi ditutup dengan satu tanya yang belum juga terjawab hingga pertemuan selanjutnya, yaitu apakah media, dalam hal ini televisi, dapat digunakan sebagai media pembelajaran atau simpelnya dapat menambah pengetahuan? waah..jelas tidak bisa dijawab hanya dengan 'dapat' atau 'tidak dapat'. so???